Friday, November 30, 2012

SURO JAWA MODERNISASI



http://kabarsoloraya.com/wp-content/uploads/2010/08/show_image_NpAdvMainFea.php2-300x252.jpgKedatangan tahun baru biasanya ditandai dengan berbagai kemeriahan, seperti pesta kembang api, keramaian tiupan terompet, maupun berbagai  arak-arakan di malam pergantian tahun. Lain halnya dengan pergantian tahun baru Jawa yang  jatuh tiap malam 1 Suro (1 Muharram) yang disambut dengan berbagai  ritual  sebagai bentuk introspeksi diri.
Masyarakat Jawa umumnya melakukan  ritual  tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa). Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi  di tempat sakral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat. Meskipun mereka hidup di era teknologi modern seperti sekarang ini, tak menghilangkan keyakinan mereka melanjutkan tradisi tersebut.
 Beberapa daerah di Indonesia memiliki kepercayaan mistis terhadap malam 1 Suro. Mereka melakukan berbagai ritual seperti memandikan benda pusaka seperti keris, dan membuang kepala kerbau ke tengah laut. Hingga dikenal kirab Tumuruning Mahesa Suro, ritual Batara Kathong, dan ritual Telaga Ngebel Ponorogo.
Sebagian orang memahami bulan Suro sebagai bulan penuh kesialan. Itulah yang menyebabkan pada bulan tersebut dilarang melakukan pesta pernikahan, terlebih bagi masyarakat jawa. Sebenarnya ini adalah keyakinan yang  tidak berdasar karena bulan Suro atau bulan Muharram  justru memiliki makna sebaliknya. Bulan muharram memiliki arti kegembiraan.
Mitos ini tidak lepas dari latar belakang sejarah zaman kerajaan tempo dulu. Pada setiap bulan Suro keraton mempunyai tradisi membersihkan pusaka. Tradisi ini menjadi sebuah hiburan yang menyenangkan bagi masrakyat dulu. Agar selalu ramai keraton membuat stigma tentang angkernya bulan Suro. Sepinya minat masyarakat akan berdampak mengurangi legitimasi dan kewibawaan keraton, yang pada saat itu merupakan sumber segala hukum.
Sayangnya mitos tersebut sampai saat ini masih demikian kuat dipegang oleh sebagian orang. Bahkan sebagian orang tidak berani melakukan aktivitas karena dianggap bisa membawa sial. Kerap kali tanggal 1 Suro bebarengan dengan bulan purnama yang bernuansa misteri. dan memiliki kekuatan mistis. Padahal keyakinan hanya berlandaskan pada kata orang tua dulu dan perintah leluhur, tanpa bisa menunjukkan dalil secara agama maupun logika.

MENDONGKRAK MORAL MEMACU PEMBANGUNAN



http://derhonigmannsagt.files.wordpress.com/2010/05/kinder-karikatur-praventivverteidigung.gif
“Berikan aku sepuluh pemuda maka aku akan menguasai dunia,” tutur Bung Karno. Beliau berkata  demikian karena beliau tahu betul kekuatan pemuda. Mengingat perjuangan kemerdekaan, tentu kita akan mengetahui peranan pemuda yang luat biasa. Mereka dengan gigih dan semangat memperjuangkan kemerdekan, meski harus mempertaruhkan nyawa mereka.
Di masa kemerdekan ini yang masih menjadi PR besar bagi bangsa ini ada pembangunan nasional. Pembangunan yang tidak hanya sebatas dalam pembangunan fisik, tetapi lebih kepada pembangunan moral yang menjadi kunci utama pembanguan.
Ironisnya moral bangsa kian hari malah kian menurun. Korupsi, suap dan kriminalitas semakin menjamur di berbagai daerah. Karakter anak juga semakin memburuk, dan suka mebangkang terhadap orang tua. Namun pemuda masih saja tertidur melihat kondisi yang demikian.
Sesungguhnya masa depan bangsa dapat dilihat dari pemuda hari ini. Jika pemudanya baik maka akan baik pula bangsa itu, begitu pula sebaliknya. Pemuda harus mampu menjadi uswah hasanah bagi bangsa ini. Banyak harapan yang dibebankan kepada mereka. Hal yang perlu kita persiapkan adalah tempaan diri. Kita sebagai pemuda harus bersungguh-sungguh dalam mengarungi lautan ilmu sebagai bekal masa depan.
Selain pembekalan diri dengan ilmu-ilmu umum dan bersosialisasi melalui organisassi. Hal penting yang sering kali diabaikan adalah pendidikan spiritual. Sesungguhnya, melalui pendidikan spirituallah moral bangsa dibentuk dan dicetak. Nilai dan norma banyak diajarkan disana. Terlebih dalam islam, semua aspek kehidupan telah ditata apik.
Pendidikan spiritual berperan penting dalam pembangunan Sebagai penyeimbang kecerdasan intelektual, dan kecerdasan sosial yang memberikan batasan-batasan dengan arif. Hal ini nantinyalah yang akan mampu mengantarkan indonesia menuju pembangunan nasional yang berkelanjutan dan bertanggungjawab.
                                                                                      REDAKSI

Al Taisir; Pemimpin Baru, Semangat Baru




Mahasiswa sebagai kaum intelektual muda yang mempunyai peran sebagai agent social of change harus mempunyai kapasitas diri yang mumpuni. Selain skill juga harus diimbangi dengan kapasitas intelektual.


AL TAISIR Komisariat Walisongo, adalah wadah berkumpul bagi mutakhorijin Yayasan Tajul ‘Ulum dan Ponpes Sirojuth Tholibin Brabo yang menuntut ilmu di IAIN Walisongo Semarang. Meski pada tahun-tahun sebelumnya tidak begitu banyak melaksanakan kegiatan. Setelah terpilihnya ketua baru, kini mulai mengadakan berbagai kegiatan sebagai sarana silaturrahim antar anggota perta pembekalan diri.
Pemilihan ketua baru dilaksanakan pada (tgl) bersamaan dengan Halal Bi Halal Al Taisir di Taman Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. Pemilihan tersebut dihadiri lebih dari 20 mahasiswa alumni Brabo dari berbagai angkatan, melalui dua putaran. Hingga akhirnya terpilih Sahabat Ahmad Basuki (Mutakhorij MAK Tajul ‘Ulum 2011) sebagai Ketua Al-Taisir periode 2012-2013 menggantikan ketua sebelumnya, sahabat Himam Nasiruddin.
Mahasiswa untuk Kesejahteraan Desa
Salah satu program kerja yang dikembangkan adalah kegiatan rutin dwi mingguan, yaitu Ngobrol Bareng dan Diskusi Sarasehan. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai wujud komitmen sahabat-sahabat Al Taisir untuk membekali diri dengan wacana keilmuan.
Salah satu tema besar yang diangkat adalah “Mahasiswa dan Lumbung Kesejahteraan Desa”, dengan pemateri sahabat Rohwan, mutakhorij MAK Tajul ‘Ulum 2008. Diskusi berjalan menarik dengan peserta terlihat sangat antusias. “Kita sebagai mahasiswa yang juga alumni pondok pesantren, setidaknya mempunyai tiga tanggungjawab, yaitu tanggungjawab moral, mental dan spiritual”, papar mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama yang saat ini menjabat sebagai Presiden BEMF Ushuluddin.
Shofa Hasan, mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Ekonomi Islam menambahkan, selain tiga tanggung jawab itu, masih ada tanggung jawab-tanggung jawab yang lainnya, diantaranya yaitu tanggung jawab intelektual. “Selain tiga tanggung jawab tadi, kita juga punya tanggung jawab intelektual”, tutur mahasiswa yang juga Demisioner Ketua ForSHEI (Forum Studi Hukum Ekonomi Islam).
Tema tersebut, sebagai stimulus bagi mahasiswa untuk fokus dalam bidang kajian yang sekarang ditekuni. Agar nantinya setelah lulus dan kembali ke daerah asalnya, mampu memberikan perubahan, dan dampak positif dengan skill dan kemampuan masing-masing.
Program kerja ini idak hanya berkutat pada kegiatan diskusi dan  bahtsul kutub. Kegiatan lainnya seperti tahlil bersama, membaca Maulid Adz Dziba’i, peringatan Khaul Simbah K. Syamsuri Dahlan, K. Syarqowi, KH. Ansor Syamsuri, juga ikut dilaksanakan sebagai penyeimbang serta sebagai wujud nguri-nguri tradisi santri.



Laporan: Muafa Elba

Sunday, June 17, 2012

Sejarah Mualif Alfiyah Ibnu Malik

Pengarang: Muhammad Bin Abdullah Bin Malik Alandalusy

Profile Pengarang:

Nama Asli: Jamaluddin Muhammad Bin abdullah Bin Abdullah Bin Malik

TTL: Jayyan Alandalus Tahun 600 H (1230 M)

Beliau Adalah seorang Al-Imam Al'alaamah (Yang Mempunayi Ilmu Luas) Alandalusy (Vandals) sebuah tempat yang menjadi hijrahnya penduduk asli jermany (Jerman dan Belanda sekarang) dari jermany ke isberia (Spanyol dan Portugal sekarang) yang mana kota andalus runtuh oleh kerajaan Kristen Konstalin.

Mazdhab Fiqih: Beliau bermadzhab Maliky ketika berada dikawasan Negara Islam bagian Barat dan Bermadzhab Syafii ketika berada di Asia Bagian Timur sampai berakhir ke Damsyiq - Syiria.

Guru-Gurunya:
- Memperdalam Bahasa arab dari gurunya abu Madzfar Tsabit Bin Muhammad Yusuf Alkala'i dari suku lublah;
- Memperdalam Ilmu Qiraat dari abi Alabbas Ahmad bin Nura;
- Membaca kitab Sibawaih dari Abi Abdillah Bin Malik Almarsyani dan Jalis Ibnu Ya'isy dan muridnya Ibn Amrun;
- Menjadi seorang spesialis penyempurna dialektika bahasa arab sehingga sampailah seperti apa yang dia cita-citakan dan menjadi panutan untuk ilmu bahasa arab pada zaman itu.
- Beliau menjadi seorang pakar dalam ilmu Qiraat dan mengarang syair Daliyah Marzumah Fi Qadr Asyatibiyah.

Karangan-karangan lain beliau:
- Almuwashal Fi Nudzum Almufassil terkanal dengan Simakul Mandhum
- Fakul Almakhtum atau terkenal dengan Fakkul Mandhum
- Kafiyah Asyafiiyah 3000 Bait dan Syarahnya.
- IKmal A'lam Bimutsallas Alkalam Kitab yang sangat besar dan berjilid.
- Lamiyah Afal Wa Syariha
- Fi'lu Wa Afal
- Almuqaddimah Asadiyah
- 'Iddatul Allafidz Wa 'Umdatul Hafidz
- Annudzum Alaujaz Fima Yahmaz
- Al'itidha Fi Adzaa Wa Adlaad
- 'Irab Musykil Albukhari
- Tuhfatul Almaudud Fi qushur Wa Addud
- Syarh Tashil

Sejarah Dikarangnya Kitab Alfiyah Ibn Malik:

Pada mulanya beliau mengarang kitab Alfiyah Ibn Malik sebagai persembahan bagi anaknya Taqiyuddin yang biasa dipanggil dengan Al-Asad (sang pemberani).

Pensyarah Alfiyah Ibnu Malik:

Banyak ulama-ulama nahwu islam yang membuat syarah Kitab Ibnu Malik (penjelasan kitab Alfiyah Ibnu Malik) yang kurang lebih berjumlah 40 kitab diantaranya:

1. Pengarang sekaligua anaknya Badruddin Muhammad
2. Burhanuddin Ibrahim Bin Musa Bin Ayub
3. Bahauddin abdullah Bin Abdurrahman Bin abdullah Bin 'Aqil Alqursy Al'aqily Almisyry.
4. Syaikh Abdullah Bin Husain Aladkawi
5. Badruddin Bin Qasim Bin Abdullah Bin Ali Almisry yang terkenal dengan Ibnu Umu Qasim
6. Nuruddin Aba Hasan Ali Bin Muhammad Alasymuni
7. Alalamah Mukhtar Bin Bun
8. Ibnu 'Ainy
9. dll...

Thursday, April 19, 2012

DESkripsi

Dari Sebuah Penantian
Pagi itu jam sudah menunjukkan pukul 10.35 pagi, namun aku baru saja terbangun dari tidurku padahal aku ada jam kuliah. Setelah sebelumnya aku dibuat menganuk luar biasa ketika mengkuti Mata Kuliah Ulum al-Qur’an. Karena dosen yang tidak kunjung hadir yang terjebak kemacetan pagi kota atlas. Ditambah semalam, aku tak bisa tidur karena semakin benyaknya nyamuk di musim hujan ini yang mengusik tidurku mengiang-ngiang di telingaku. Jarumnya yang kecil dan lancip terasa sakit saat menggigit kulitku.
Segera saja aku berdiri mengambil wudhu dari kran tempat wudhu masjid al-Fitroh. Dengan air yang bersih, suci dan menyegarkan ku basuh rata wajahku, tangan hingga kakiku. Kemudian aku berlari memakai sepatu, dan segara ku langkahkan kakiku cepat-cepat menuju ruang kelas D-12 untuk mengikikuti kuliah bersama bapak Raharjo.
Saat aku telah sampai di depan kelas ku intip dari celah-celah pintu yang sedikit terbuka. Dan untungnya ku dapati dosenku belum hadir. “Huuuuuuuh……… leggaa.” ku helai nafas panjang kelegaan. Hari ini jika aku telat kembali hal ini akan menjadi masalah yang gawat dan ruwat karena aku belum mengikti Ujian Tengah Semester (UTS), ungkapku dalam hati.
Tepi lama-kelamaan suasana kelas semakin ramai seperti pasar saja. Pak Raharjo yang tak kunjung hadir. Tawa-tawa senda gurau ditambah obrolan gadis-gadis yang diiringi lagu paling ngehits akhir-akhir ini ‘Alamat Palsu’nya Ayu Ting-ting membuat suasana semakin riuh saja. Akan tetapi aku masih saja mengantuk dan larut dalam lamanya penantian. Aku tiada pernah tahu kenapa sering sekali kami harus menanti lama?, heranku.
Hari mulai beranjak siang, teman-teman pun banyak yang mlai merasa bosan menanti. Sudah hampir satu jam kami di sini dati Pak Raharjo dosen yang juga ahli dalam berbahasa inggris itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Komting sudah mencobo untuk menghubungi beliau, akan tetapi selalu gagal. Beliau hanya meninggalkan pesan untuk menyiapkan LCD proyektor. Hingga akhrinya banyak mahasiswa yang berhamburan meninggalkan ruangan kelas. Karna sudah terlampau lama menunggu meraka menfonis bahwa beliau tidak akan hadir.
Baru beberapa langkah mereka keluar kelas. Dari kejauhan terlihat sosok yang gagah dan berwibawa, seorang lelaki paruh baya. Memang benar beliau adalah dosen KTI kami. Segera saja mereka berlari mesuk kelas kembali. Seperti biasanya, proyektor pun segera dihidupkan dan disambungkan dengan notebook, kuliah pun dimulai. Suasana kelas yang tadinya gaduh tak karuan kini menjadi lebih tenang.
Di sisa waktu kurang dari 30 menit, pada pertemuan kali ini dibahas materi mengenai topik dan tema. Beliau memaparkan penjelasan mengenai pengertian dan kedudukan topik dan tema dalam berbagai bentuk jenis karangan. Tidak lupa perbedaan diantara keduanya pun juga dijelaskan dengan singkat, padat dan jelas.
Setelah mengaku faham dan mengerti dengan tidak ada yang mau bertanya. Kini giliran mahasiswa yang diminta untuk memberikan contoh karangan dalam berbagai bentuk. Banyak mahasiswa yang hanya terdiam, dari pojok belakang tanpa pikir panjang aku acungkan jariku. Ku coba mencontohkan karangan bentuk narasi dengan menceritakan kegiatanku mulai bangun tidurku pukul 01.30 Wib samapai berangkat kuliah pukul 06.45 Wib. Kemudian untuk teman-teman yang lain menjelaskan apa topik dan tema dari contoh yang aku berikan itu. Akan tetapi tidak ada yang mampu menjawab dengan betul.
Di karenakan banyak mahasiswa yang masih belum bisa membedakan topik dan tema, sebelum pertemuan di pagi menjelang siang itu diakhiri kami diberikan tugas menulis karangan. Seperti tugas-tugas sebelumnya ketentuan tugas kali ini tidak jauh berbeda, minimal 500 kata/1 halaman. Sembari diabsen kami dibaga menjadi 4 (empat) kelompok yaitu: narasi, diskripsi, eksposisi dan argumentasi berdasarkan urutan absensi. Berhubung absensiku adalah awal pertengahan aku mendapatkan bagian diskrisi.

Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah Islamiyah

Islam telah menggariskan dalam al-Quran dan Sunnah, bahwa setiap orang yang beriman itu adalah bersaudara. Wajib bekerjasama di dalam kebaikan serta mendamaikan antara satu dengan lainnya. Persaudaraan dalam Islam merangkumi Internasionalisme dan tidak mengenal nasionalisme dalam arti sempit. Mengutip beberapa pandangan tokoh seperti al-Maududi, Ibn Khaldun, Hasan al-Banna, Rashid Rida, bahawa Nasionalisme atau ashabiyah yang berkembang saat ini cenderung kepada negatif dengan membelakangkan prinsip-prinsip ukhuwah Islamiyah.
Dasar dari Ukhuwah Islamiyah ialah Firman Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya seperti:
“Sesungguhnya orang beriman itu adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah semoga kamu mendapat rahmat” (QS. al-Hujurat ayat 10)
“Orang mukmin itu seperti satu jasad, atau bagaikan satu bangunan yang saling mengukuhkan” (HR. Bukhari Muslim)

Ukhuwah Islamiyah dilandasi oleh ikatan persaudaraan yang berdasarkan kepada kesamaan keimanan, kesepakatan atas pemahaman serta pembelaan kepada Islam sebagai agama yang diridhai Allah SWT. Iman adalah tali pengikat yang lebih kuat dari ikatan keturunan, kekerabatan, kesukuan dan kebangsaan.

Ukhuwah Islamiyah
telah ditanam oleh para Ulama Silam dan bersemai dengan suburnya di kepulauan ini. Dalam sejarah kita mengenal para ulama yang menyebarkan ajaran Islam yang berasal dari suku Melayu, Kelantan, Johor, Banjar, Bugis, Mandailing, Minangkabau, Rao/Rawa, Johor, Riau, Jawa dan sebagainya. Sebagai tokoh, mereka memiliki pengaruh yang tiada terhingga di Nusantara hingga saat ini. Mereka melahirkan keturunan yang ramai dan berpengaruh, mereka meninggalkan ajaran, karya tulis dan murid-murid yang setia dan mereka meninggalkan jasa yang tidak terhingga nilainya.

Umat Islam di Nusantara sebelum kemerdekaan menjadi sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan oleh batas geografi dan kenegaraan lainnya. Ulama silam berdakwah di Nusantara dan dimiliki secara bersama oleh umat Islam yang berada di rantau ini.

Islam tidak mengenal batas geografi, perbedaan suku kaum dan bangsa. Orang-orang dan negara Islam adalah umat yang satu, satu kesatuan tanah air yang berpusat pada kesatuan agama dan kesatuan umat atas dasar ukhuwah Islamiyah.

Agus Salim mengatakan bahawa Nasionalisme yang salah menjadi sumber malapetaka bagi bangsa-bangsa di dunia dengan berlakunya peperangan dan kekacauan lainnya atas nama nasionalisme di Eropah. Rasa cinta pada tanah air menurut A. Hasan hendaknya tidak memutus hubungan mereka dengan muslim di negara Islam lain dengan alasan mereka bukan setanah air. Ini karena setiap muslim adalah bersaudara, satu sama lain harus bersatu.

Jelas nasionalisme versi Soekarno yang mengarah pada chauvisme bertentangan dengan nasionalisme yang diprakarsai oleh Haji Agus Salim, Hamka dan M. Natsir, dimana nasionalisme harus bermuara pada mencari keridhoan Allah SWT

Nasionalisme

Nasionalisme berdasarkan kepada keturunan, bahasa, agama, daerah, sejarah adat, persamaan pemerintahan dan berdasarkan kepada kepentingan bersama. Pengertian nasionalisme sangat luas dan belum memiliki defenisi yang tepat hingga saat ini. Nasionalisme modern lebih bersifat fanatik untuk kepentingan bangsa dan keturunan. Tidak membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mengarah kepada nasionalisme dizaman jahiliyah.

Barbara Ward memandang sinis nasionalisme yang telah menyebabkan peperangan berpanjangan dan perlombaan senjata seperti nasionalisme versi Amerika, Yahudi, German.

Imam khomeini menerima nasionalisme mencintai tanah air, mempertahankan negara, tetapi beliau tidak menerima nasionalisme yang melibatkan sengketa antara negara Islam.

Abu Ala al-Maududi menerima nasionalisme seperti dukungannya kepada Pakistan tanpa memusnahkan bangsa lain. Beliau tidak menerima konsep nasionalisme yang memiliki sifat kebangsaan atau asabiyyah, kesukuan fanatik yang tidak melihat kepada haq dan bathil.

Hasan al-Banna memetakan nasionalisme dengan akidah. Setiap wilayah yang terdapat orang Islam harus dicintai dan dipertahankan kehormatannya. Bagi Rashid Rida pula, Islam melarang keras berpecah sesama Islam demi kepentingan puak, negara dan kawasan.



Hubungan Kepulauan Melayu

Negara-negara yang terbentuk setelah kemerdekaan saat ini seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura tidak menunjukkan teritori dan kekuasaan raja-raja melayu Islam silam. Kerajaan Aceh Darussalam (1607-1936) dengan rajanya yang terkenal Iskandar Muda, wilayah kekuasaannya meliputi Aceh, Deli, Johor, Bintan, Selangor, Kedah, Pahang, sampai ke Semenanjung Malaka. Sebuah kerajaan Melayu Riau Lingga (Abad ke 19) wilayah kekuasaannya meliputi Deli, Johor, dan Pahang. Setelah merdeka bangsa Melayu dipisahkan menjadi warga negara Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Selatan Thailand. Apa yang pasti, dalam istilah ilmu tidak mengenal adanya bangsa Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Selatan Thailand. Karena bangsa bermaksud race. Istilah bangsa Brunei, Thailand, Malaysia dan sebagainya adalah istilah politik saja, yang benar adalah warganegara atau rakyat.

Para raja mengunakan istilah Sulthan atau Malik. Bahasa Melayu dengan tulisan arab Melayu menjadi bahasa pengantar dan bahasa ilmu, mata wang emas diberlakukan, tanggal Hijriyah menjadi pedoman, setiap Sulthan biasanya didampingi oleh Ulama yang memiliki taraf yang hampir sama dengan Sulthan, Al-Quran dan Sunnah menjadi hukum poistif.

Parameswara raja Malaka yang pertama adalah berasal dari Palembang. Kerajaan Aceh Darus Salam memiliki hubungan yang sangat erat dengan Kerajaan pahang, Malaka dan Johor. Keluarga Diraja Negeri Sembilan yaitu Yang Dipertuan Agung Malaysia yang pertama berasal dari Minangkabau. Kerajaan Johor dan Selangor Memiliki hubungan kekeluargaan yang rapat dengan Bugis & Kerajaan Riau Lingga. Para Menteri dan pejabat tinggi lainnnya di Malaysia banyak yang memiliki darah Rao, Aceh, Riau, Minangkabau, Palembang, Jambi, kerinci, Jawa.

Hubungan Kepulauan Melayu telah berjalan sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Kerajaan Malaysia lagi. Hubungan masyarakat kedua pulau semakin rancak dengan adanya jalinan ukhuwah Islamiyah yang diasaskan oleh para ulama silam yang berkembang kepada hubungan kekeluargaan, isntitusi diraja, suku kaum dan sebagainya.

Dari berbagai penemuan atropologi dan arkeologi dapat disimpulkan bahawa bahasa Melayu merupakan keturunan dari penutur bahasa Austronesia. Dari sini dapat di pahami bahawa orang-orang yang sekarang berada di bumi Nusantara, termasuk di Pacific sana, serta Semenanjung Melayu ini berasal dari satu nenek moyang yang sama, yaitu penutur bahasa Proto-Austronesia, di Formosa, Taiwan. Mayoritas masyarakat di Nusantara digolongkan kepada Melayu. Orang Melayu merujuk kepada mereka yang bertutur bahasa melayu dan mengamalkan adat resam orang Melayu.

Istilah "Melayu" ditakrifkan oleh Unesco pada tahun 1972 sebagai suku bangsa Melayu di Brunei, Filipina, Indonesia, Madagaskar, Semenanjung Malaysia, Singapura dan Selatan Thailand.

Setelah lahirnya negara Indonesia pada tahun 1945 dan negara Malaysia tahun 1957 jaringan itu dilanjutkan oleh para cendekiawan Muslim seperti Natsir, Hamka, Imadudin Abdul Rahim, Adam Malik dan sebagainya.

Perlu dicatat bahwa jaringan ini bukanlah jaringan kebetulan, tetapi ianya adalah jaringan intelektual muslim yang telah berjalan sekian lama dan berterusan di kepulauan ini.

Disamping jaringan itu dalam rangka dakwah dan ukhuwah, ianya juga bertujuan melawan dominasi penguasaan ekonomi seperti yang dilakukan oleh SDI dan dalam rangka melawan penjajahan pihak asing dikepulauan ini.

Seperti biasa jaringan intelektual muslim Indonesia-Malaysia jarang sekali menggunakan jalur diplomasi kedua negara, karena jaringan diplomasi biasanya jaringan yang didasarkan atas kepentingan politik kekuasaan dan ekonomi yang bersifat sementara bukan atas kepentingan ukhuwah Islamiyah yang bersifat kekal abadi.

Hubungan kedua negara dikotori oleh perasaan nasionalisme sempit yang dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia untuk menutupi kegagalan mereka dalam mengurus negara. Nasionalisme sempit juga dimanfaatkan oleh pemerintah Malaysia untuk mencari simpati rakyat dalam pemilu.