Friday, November 30, 2012

SURO JAWA MODERNISASI



http://kabarsoloraya.com/wp-content/uploads/2010/08/show_image_NpAdvMainFea.php2-300x252.jpgKedatangan tahun baru biasanya ditandai dengan berbagai kemeriahan, seperti pesta kembang api, keramaian tiupan terompet, maupun berbagai  arak-arakan di malam pergantian tahun. Lain halnya dengan pergantian tahun baru Jawa yang  jatuh tiap malam 1 Suro (1 Muharram) yang disambut dengan berbagai  ritual  sebagai bentuk introspeksi diri.
Masyarakat Jawa umumnya melakukan  ritual  tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa). Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi  di tempat sakral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat. Meskipun mereka hidup di era teknologi modern seperti sekarang ini, tak menghilangkan keyakinan mereka melanjutkan tradisi tersebut.
 Beberapa daerah di Indonesia memiliki kepercayaan mistis terhadap malam 1 Suro. Mereka melakukan berbagai ritual seperti memandikan benda pusaka seperti keris, dan membuang kepala kerbau ke tengah laut. Hingga dikenal kirab Tumuruning Mahesa Suro, ritual Batara Kathong, dan ritual Telaga Ngebel Ponorogo.
Sebagian orang memahami bulan Suro sebagai bulan penuh kesialan. Itulah yang menyebabkan pada bulan tersebut dilarang melakukan pesta pernikahan, terlebih bagi masyarakat jawa. Sebenarnya ini adalah keyakinan yang  tidak berdasar karena bulan Suro atau bulan Muharram  justru memiliki makna sebaliknya. Bulan muharram memiliki arti kegembiraan.
Mitos ini tidak lepas dari latar belakang sejarah zaman kerajaan tempo dulu. Pada setiap bulan Suro keraton mempunyai tradisi membersihkan pusaka. Tradisi ini menjadi sebuah hiburan yang menyenangkan bagi masrakyat dulu. Agar selalu ramai keraton membuat stigma tentang angkernya bulan Suro. Sepinya minat masyarakat akan berdampak mengurangi legitimasi dan kewibawaan keraton, yang pada saat itu merupakan sumber segala hukum.
Sayangnya mitos tersebut sampai saat ini masih demikian kuat dipegang oleh sebagian orang. Bahkan sebagian orang tidak berani melakukan aktivitas karena dianggap bisa membawa sial. Kerap kali tanggal 1 Suro bebarengan dengan bulan purnama yang bernuansa misteri. dan memiliki kekuatan mistis. Padahal keyakinan hanya berlandaskan pada kata orang tua dulu dan perintah leluhur, tanpa bisa menunjukkan dalil secara agama maupun logika.

MENDONGKRAK MORAL MEMACU PEMBANGUNAN



http://derhonigmannsagt.files.wordpress.com/2010/05/kinder-karikatur-praventivverteidigung.gif
“Berikan aku sepuluh pemuda maka aku akan menguasai dunia,” tutur Bung Karno. Beliau berkata  demikian karena beliau tahu betul kekuatan pemuda. Mengingat perjuangan kemerdekaan, tentu kita akan mengetahui peranan pemuda yang luat biasa. Mereka dengan gigih dan semangat memperjuangkan kemerdekan, meski harus mempertaruhkan nyawa mereka.
Di masa kemerdekan ini yang masih menjadi PR besar bagi bangsa ini ada pembangunan nasional. Pembangunan yang tidak hanya sebatas dalam pembangunan fisik, tetapi lebih kepada pembangunan moral yang menjadi kunci utama pembanguan.
Ironisnya moral bangsa kian hari malah kian menurun. Korupsi, suap dan kriminalitas semakin menjamur di berbagai daerah. Karakter anak juga semakin memburuk, dan suka mebangkang terhadap orang tua. Namun pemuda masih saja tertidur melihat kondisi yang demikian.
Sesungguhnya masa depan bangsa dapat dilihat dari pemuda hari ini. Jika pemudanya baik maka akan baik pula bangsa itu, begitu pula sebaliknya. Pemuda harus mampu menjadi uswah hasanah bagi bangsa ini. Banyak harapan yang dibebankan kepada mereka. Hal yang perlu kita persiapkan adalah tempaan diri. Kita sebagai pemuda harus bersungguh-sungguh dalam mengarungi lautan ilmu sebagai bekal masa depan.
Selain pembekalan diri dengan ilmu-ilmu umum dan bersosialisasi melalui organisassi. Hal penting yang sering kali diabaikan adalah pendidikan spiritual. Sesungguhnya, melalui pendidikan spirituallah moral bangsa dibentuk dan dicetak. Nilai dan norma banyak diajarkan disana. Terlebih dalam islam, semua aspek kehidupan telah ditata apik.
Pendidikan spiritual berperan penting dalam pembangunan Sebagai penyeimbang kecerdasan intelektual, dan kecerdasan sosial yang memberikan batasan-batasan dengan arif. Hal ini nantinyalah yang akan mampu mengantarkan indonesia menuju pembangunan nasional yang berkelanjutan dan bertanggungjawab.
                                                                                      REDAKSI

Al Taisir; Pemimpin Baru, Semangat Baru




Mahasiswa sebagai kaum intelektual muda yang mempunyai peran sebagai agent social of change harus mempunyai kapasitas diri yang mumpuni. Selain skill juga harus diimbangi dengan kapasitas intelektual.


AL TAISIR Komisariat Walisongo, adalah wadah berkumpul bagi mutakhorijin Yayasan Tajul ‘Ulum dan Ponpes Sirojuth Tholibin Brabo yang menuntut ilmu di IAIN Walisongo Semarang. Meski pada tahun-tahun sebelumnya tidak begitu banyak melaksanakan kegiatan. Setelah terpilihnya ketua baru, kini mulai mengadakan berbagai kegiatan sebagai sarana silaturrahim antar anggota perta pembekalan diri.
Pemilihan ketua baru dilaksanakan pada (tgl) bersamaan dengan Halal Bi Halal Al Taisir di Taman Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. Pemilihan tersebut dihadiri lebih dari 20 mahasiswa alumni Brabo dari berbagai angkatan, melalui dua putaran. Hingga akhirnya terpilih Sahabat Ahmad Basuki (Mutakhorij MAK Tajul ‘Ulum 2011) sebagai Ketua Al-Taisir periode 2012-2013 menggantikan ketua sebelumnya, sahabat Himam Nasiruddin.
Mahasiswa untuk Kesejahteraan Desa
Salah satu program kerja yang dikembangkan adalah kegiatan rutin dwi mingguan, yaitu Ngobrol Bareng dan Diskusi Sarasehan. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai wujud komitmen sahabat-sahabat Al Taisir untuk membekali diri dengan wacana keilmuan.
Salah satu tema besar yang diangkat adalah “Mahasiswa dan Lumbung Kesejahteraan Desa”, dengan pemateri sahabat Rohwan, mutakhorij MAK Tajul ‘Ulum 2008. Diskusi berjalan menarik dengan peserta terlihat sangat antusias. “Kita sebagai mahasiswa yang juga alumni pondok pesantren, setidaknya mempunyai tiga tanggungjawab, yaitu tanggungjawab moral, mental dan spiritual”, papar mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama yang saat ini menjabat sebagai Presiden BEMF Ushuluddin.
Shofa Hasan, mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Ekonomi Islam menambahkan, selain tiga tanggung jawab itu, masih ada tanggung jawab-tanggung jawab yang lainnya, diantaranya yaitu tanggung jawab intelektual. “Selain tiga tanggung jawab tadi, kita juga punya tanggung jawab intelektual”, tutur mahasiswa yang juga Demisioner Ketua ForSHEI (Forum Studi Hukum Ekonomi Islam).
Tema tersebut, sebagai stimulus bagi mahasiswa untuk fokus dalam bidang kajian yang sekarang ditekuni. Agar nantinya setelah lulus dan kembali ke daerah asalnya, mampu memberikan perubahan, dan dampak positif dengan skill dan kemampuan masing-masing.
Program kerja ini idak hanya berkutat pada kegiatan diskusi dan  bahtsul kutub. Kegiatan lainnya seperti tahlil bersama, membaca Maulid Adz Dziba’i, peringatan Khaul Simbah K. Syamsuri Dahlan, K. Syarqowi, KH. Ansor Syamsuri, juga ikut dilaksanakan sebagai penyeimbang serta sebagai wujud nguri-nguri tradisi santri.



Laporan: Muafa Elba