Thursday, April 19, 2012

PEDIDIKAN

PENDIDIKAN
Fitrah kehidupan manusia adalah menjalani kehidupan ini sesuai dengan aturan-aturan kehidupan yang telah ditetapkan oleh penciptanya, yaitu Allah Swt karena Dia yang paling mengetahui segalanya tentang makhluk ciptaan-Nya.
Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku
Kemudian juga firman-Nya:
Sesungguhnya Tuhanmu Maha luas ampunan-Nya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin di dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS. An-Najm[53]:32)
Fitrah ini pula yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia pada posisi yang seharusnya yaitu sebagai makhluk paling mulia yang diciptakan Allah Swt yang diantaranya dapat tetap terpelihara dengan didukung oleh keberhasilan suatu proses pendidikan.

Sebagaimana Firman-Nya:

(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran.
(QS. Az-Zumar [39]:
…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadalah [58]:11)
dapun terkait dengan tuntutan untuk membangun sebuah peradaban dunia dengan islam adalah adanya perintah dari As-Syari’ (Allah Swt) yang tegas dinyatakan dalam Al-qur’an maupun As-Sunnah, baik yang menyangkut tuntutan untuk menghukumi seluruh problematika kehidupan dengan islam, kewajiban menegakan khilafah islam yang akan mengemban dakwah dan jihad ke berbagai penjuru dunia, maupun kewajiban untuk menjaga keberlangsungan kehidupan islam tersebut yang diantaranya pula membutuhkan keberadaan sistem pendidikan.
Sehingga, penguasaan terhadap ilmu, pengetahuan-teknologi, aspek-aspek materi (hasil-hasil teknologi) dan kemajuan-kemajuan lainnya merupakan sesuatu yang harus disadari oleh kaum muslimin sebagai kebutuhan dan kewajiban yang harus selalu dilaksanakan dalam menjaga keberlangsungan kehidupan (peradaban) islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.
Firman-Nya dalam Al-qur’an:

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab [33]:36)
Sebagai contoh, problematika yang terjadi di Jawa Barat. Berdasarkan usulan yang disampaikan Kabupaten/Kota se-Jawa Barat Jumlah sarana/ prasarana sekolah yang mengalami kerusakan dan segera memerlukan rehabilitasi yaitu, kebutuhan rehabilitasi SD sebanyak 42.492 ruang kelas, MI sebanyak 6.523 ruang kelas, SMP sebanyak 6.767 ruang kelas, dan MTs sebanyak 2.729 ruang kelas. Sedangkan untuk pembangunan ruang kelas baru, SMP dibutuhkan sebanyak 5.628 ruang kelas baru dan MTs sebanyak 1.706 ruang kelas baru. Berdasarkan rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas baru tersebut, maka dibutuhkan dana keseluruhan sebesar Rp 2.838.770.000.000. Anggaran kebutuhan sebesar Rp 2,8 triliun tersebut, tidak mungkin ditangani seluruhnya oleh APBD. Untuk itu, berdasarkan kesepakatan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur Jawa Barat, dan para Bupati/Walikota se-Jawa Barat, pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan sharing antara Pemerintah Pusat sebesar 50% atau sekitar Rp 1,4 triliun, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar 30% atau sekitar Rp 840 miliar, sisanya 20% atau sekitar Rp 560 miliar dari 25 Kota/Kabupaten di Jawa Barat. (Sumber: Bulletin Epitech 2006, Disdik Prov.Jabar).
Menurut Kadisdik Jabar Dr. H. Dadang Dally, M.Si (PR,15/07/2005), berdasarkan catatan beban Provinsi Jabar untuk setiap tahun kebutuhan biaya menambah dan merehabilitasi bangunan SD/MI saja butuh dana sebesar Rp 251 miliar, terdiri dari penambahan ruang kelas sebanyak 792 ruang senilai Rp 31,6 miliar, rehab total ruang kelas sebanyak 4.317 ruang senilai Rp 129,5 miliar dan rehabilitasi sedang ruang kelas sebanyak 6.045 sebesar Rp 90,6 miliar. Kemudian kebutuhan biaya untuk mencegah dan menanggulangi DO pada tingkat SD/MI sebesar Rp 149,8 miliar. Dengan demikian untuk biaya pembangunan dan rehabilitasi ditambah penanggulangan drop out SD/MI saja setiap tahunnya mencapai Rp 410 miliar. Sedangkan kemampuan anggaran pemerintah untuk pembangunan pendidikan di Jabar hanya mampu untuk mengantisipasi kedua hal tersebut. Adapun kemampuan daerah-daerah untuk pembangunan bidang pendidikan setiap tahunnya hanya antara Rp 5 miliar sampai Rp 25 miliar, anggaran tersebut hanya akan menjangkau kebutuhan minimal. pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.

3. Jumlah dan Kualitas Buku Yang Belum Memadai
Ketersediaan buku yang berkualitas merupakan salah satu prasarana pendidikan yang sangat penting dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan. Sebagaimana dalam PP No 19/2005 tentang SNP dalam pasal 42 tentang Standar Sarana dan Prasarana disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (ayat 1).
Secara teknis, pengadaan buku pelajaran di sekolah tidak lagi boleh dilakukan oleh sekolah dengan menjual buku-buku kepada siswa secara bebas, melainkan harus sesuai dengan buku sumber yag direkomendasikan oleh pemerintah. Dalam tahun 2007 ini, pemerintah melalui Ketua Satker Program Kompensasi Pengurangan Subsidi (PKPS) Dana BOS buku 2007 akan dicairkan karena dana BOS buku tahun 2006 sudah terserap semuanya. Meski dalam pelaporan serapan dana BOS buku 2006 belum masuk semua ke Satker PKPS BBM tingkat kabupaten/kota. Unit cost untuk setiap siswa dari BOS buku ini Rp 22.000 yang diperuntukkan untuk membeli satu buah jenis buku. Jadi kalau dijumlahkan dana BOS buku, baik untuk siswa tingkat SD maupun SMP sekitar Rp 131,088 miliar lebih. Selain itu, buku yang dibeli juga xharus sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 11 Tahun 2005. Jumlah penerbit yang telah mendapatkan sertifikat dan sesuai menurut Permendiknas No. 11 Tahun 2005 sebanyak 98 penerbit dan ratusan judul buku. Ke-98 penerbit tersebut jika dirinci, untuk penerbit buku matematika sebanyak 31 penerbit, bahasa Indonesia sebanyak 45 penerbit, dan bahasa Inggris sebanyak 22 penerbit (www. Klik-galamedia.com, 08 Februari 2007).

2.3.5 Keterbatasan Anggaran
Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaran pendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (ayat 1).
Permasalahan lainnya yang juga penting untuk diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati, sumber energi, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat besar. Tetapi karena selama ini penanganannya secara kapitalistik maka return dari kekayaan tersebut malah dirampas Oleh para ahli pemilik modal.
2.3.5. Mutu SDM Pengelola Pendidikan
Sumber daya pengelola pendidikan bukan hanya seorang guru atau kepala sekolah, melainkan semua sumber daya yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan suatu satuan pendidikan. Rendahnya mutu dari SDM pengelola pendidikan secara praktis tentu dapat menghambat keberlangsungan proses pendidikan yang berkualitas, sehingga adaptasi dam sinkronisasi terhadap berbagai program peningkatan kualitas pendidikan juga akan berjalan lamban.
Dengan memahami kerangka dasar penyelenggaraan pendidikan nasional yang berlandaskan sekulerisme, maka standar pengelolaan pendidikan secara nasionalpun akan sejalan dengan sekulerisme tersebut, semisal adanya mekanisme MBS dan Otonomi PT sebagaimana disebutkan di atas yang merupakan implementasi dari otonomi pendidikan.

Perkawinan Beda Agama Menghasilkan Anak Zina


Perkawinan Beda Agama Menghasilkan Anak Zina
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis, suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Perhatian pemerintah juga tidak luput dari permasalahan dalam hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah Pernikahan antar agama.
Pernikahan merupakan bagian dari fitroh manusia, seorang muslim yang hidup di negara yang majemuk seperti ini hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari persentuhan dan pergaulan dengan orang yang berbeda agama. Pada posisi seperti ini ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang berbeda agama dengannya atau sebaliknya, kemudian berujung pada pernikahan yang hampir pasti tidak terelakkan. Karena persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada setiap masyarakat yang majemuk.
Hal ini tentu saja dianggap oleh masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam sebagai penyalahan atau pergeseran nilai-nilai Islam yang ada. Tak jarang hal ini sering menimbulkan gejolak dan reaksi keras di kalangan masyarakat kita. Masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki argumen rasional maupun argumen logikal yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil Islam tentang pernikahan beda agama.
Perkawinan di Indonesia diatur oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan UU tersebut perkawinan di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karenanya dalam UU yang sama diatur bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya itu.

Perkawinan itu juga harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1954. Sedangkan, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya selain agama Islam, maka pencatatan dilakukan pada Kantor Catatan Sipil.
Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum. Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU Perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing.
Namun, permasalahannya apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya, dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (al Baqarah [2]: 221). Selain itu, juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18). 
Menurut hukum Islam
Masalah pernikahan berbeda dalam islam terbagi dalam 2 kasus keadaan. Pertama, pernikahan antara laki-laki non-muslim dengan wanita muslim. Para ulama sepakat, seorang wanita muslim haram hukumnya menikah dengan laki-laki non-muslim dan pernikahannya tidak sah. al-Quran menjelaskan Dalam surat al-Baqarah 221.
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Surat al-Baqarah Ayat 221)
Kedua, seorang laki-laki muslim dilarang menikah dengan wanita non-muslim kecuali wanita ahli kitab, seperti yang disebutkan dalam surat al-Maidah ayat 5
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.(al-Maaidah Ayat 5)
Pada surat al-Baqarah ayat 221 terang dijelaskan baik laki-laki ataupun perempuan memiliki larangan untuk menikahi atau dinikahkan oleh seorang musyrik. Dan dalam surat Al-Maidah di jelaskan kembali bagi  seorang laki-laki, boleh menikahi ahli kitab. Namun terdapat beberapa pendapat bahwa ahli kitab di sini bukanlah  penganut injil, ataupun taurat yang ada pada saat ini. Ahli kitab yang dimaksudkan disini ialah mereka yang bersyahadat Mengakui adanya ALLAH  akan tetapi tidak mengakui adanya Muhamad.
Meskipun sudah dilarang, perkawinan beda agama masih terus dilakukan. Berbagai cara ditempuh, demi mendapatkan pengakuan dari Negara. Baik dengan cara salah satu dari calon pengantin baik laki-laki ataupun perempuannya mengalah mengikuti agama pasangannya, lalu setelah menikah dia kembali kepada agamanya. Hingga menikah diluar negri.
Perkawinan beda agama yang ada pada saat ini, agar dikembalikan kepada agama masing-masing. Dalam jalinan pernikahan antara suami dan istri, harus didasari atas persamaan agama dan keyakinan hidup. Namun pada kasus pernikahan beda agama, karna pernikahan beda agama adalah pernikahan yang fasad (rusak atau tidak sah) dan tidak memenuhi syarat dan rukun nikah, sehingga anak yang hadir diantara mereka bisa dikatakan akan zina.
Fatwa MUI melarang perkawinan beda agama. Pada prinsipnya, bukan hanya agama Islam. Semua agama tidak memperbolehkan perkawinan beda agama. Umatnya saja yang mencari-cari peluang. Perkawinannya dianggap tidak sah, dianggap tidak ada perkwianan, tidak ada waris, anaknya juga ikut hubungan hukum dengan ibunya. Meskipun UU tidak memperbolehkan kawin beda agama, tetapi Kantor Catatan Sipil bisa menerima pencatatan perkawinan beda agama yang dilakukan di luar negeri. Pemerintah tdak tegas, seharusnya yang dicatat KCS adalah sesuai dengan hukum Indonesia. 
Harapan akan lahirnya keluarga sakinah akan sulit dicapai pasangan suami-istri yang berbeda agama, bagaimana mendidik anak-anak mereka. Seorang anak akan kebingungan untuk mengikuti ayahnya atau ibunya. Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan perkawinan.
Status Anak Luar Nikah

Mengenai status anak luar nikah, para ulama sepakat bahwa anak itu tetap punya hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tanggung jawab atas segala keperluannya, baik materiil maupun spirituil adalah ibunya dan keluarga ibunya. Demikian pulanya dengan hak waris-mewaris.

Anak yang dibuahi dan dilahirkan diluar pernikahan yang sah atau nikah fasad, disamakan statusnya dengan anak zina dan anak li‟an. Oleh karena itu tidak ada hubungan nasab dengan bapaknya. Anak itu hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya. Bapaknya tidak wajib memebrikan nafkah kepada anak itu, namun secara biologis ia tetap anaknya. Tidak ada saling mewaris dengan bapaknya, karena hubungan nasab merupakan salah satu penyebab kerwarisan. Dan bapak tidak dapat menjadi wali bagi anak diluar nikah.

Hubungan yang timbul hanyalah secara manusiawi, bukan secara hukum. Meskipun demikian apabila anak diluar nikah itu seorang perempuan dan sudah dewasa lalu akan menikah, maka ia tidak berhak dinikahkan oleh bapak biologisnya.

Menurut hukum Perkawinan Nasional Indonesia, status anak dibedakan menjadi dua: pertama, anak sah. kedua, anak luar nikah. Anak sah sebagaimana yang dinyatakan UU No. Tahun 1974 pasal 42 adalah dalam anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Yang dimaksud dengan anak luar nikah adalah anak yang dibuahi dan dilahirkan di luar pernikahan yang sah, sebagaimana yang dsebutkan dalam peraturan perundang-undangan Nasional UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat 1, menyatakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

 Bila dicermati dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang Hukum Perkawinan, menyatakan bahwa status nasab anak di luar nikah hanya mempunyai hubungan keperdataan kepada ibunya dan keluarga ibunya. Implementasinya adalah bahwa anak di luar nikah hanya memiliki hubungan yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban dengan ibu dan kelaurga ibunya. Mafhum mukhalafahnya adalah anak itu tidak mempunyai hubungan keperdataan dengan bapak biologisnya dalam nasab, hak dan kewajiban baik dalam bentuk nafkah, waris dan lain sebagainya. Hampir tidak ada perbedaan antara hukuk Islam dengan hukum perkawinan Nasional dalam menetapkan nasab anak di luar nikah, walaupun tidak menyatakan secara tegas.

Baru-baru ini UU No 1 th 1974 pasal 43 ayat (1) dijudicial review oleh Macicha Mokhtar, sehingga keluarlah putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 17 Pebruari 2012 menjadi: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan pedata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan ayahnya.

Yang dimaksud anak di luar nikah disini adalah anak yang lahir melalui pernikahan tetapi belum diakui negara karena tidak dicatatkan, seperti nikah siri. Memang secara hukum, tidak ada istilah anak hasil hubungan zina, yang ada hanya anak di luar nikah. Tetapi anak hasil zina disini adalah anak tanpa nikah sehingga tidak tergolong anak luar nikah seperti yang dimaksudkan putusan MK tersebut.

Argumentasi yang melandasi keputusan ini antara lain bahwa setiap anak adalah tetap anak dari kedua orang tuanya, terlepas apakah dia lahir dalam perkawinan yang sah atau di luar itu dan bahwasanya dia berhak memperoleh layanan dan tanggung jawab yang sama dalam perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak tanpa diskriminasi. Hal ini sesuai dengan UU N0 12 tahun 2006 tentang Kewargannegaraan yang menyangkut hak asasi manusia (HAM).

Rounded Rectangle: Nama  : Ahmad Basuki
Telp.  : 085878644197
No. Rek. :00202-01-61-000316-3 


Sunday, April 15, 2012

Pendidikan Pengajaran

I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan bagian penting dari hidup dan kehidupan manusia, pendidikan sangatlah berperan vital dalam membentuk karakter manusia, ini berarti pendidikan adalah sebagai pelestari tata sosial dan tata nilai yang ada dan berkembang di masyarakat sekaligus sebagai agen pembaharuan. Di sini terlihat dimensi dan dinamisme pendidikan. Karena hanya dengan pendidikanlah manusia itu dapat menemukan jati diri kemanusiaannya. Lahirnya pendidikan itu sebenarnya setua usia manusia itu sendiri.
Pendidikan adalah cara membentuk karakter manusia yang baik dan beradab, pendidikan dan ilmu adalah satu unsur yang saling berkitan,pendidikan sering di artikan secara luas di kalanagan masyarakat dan telah terdapat definisi-definisi yang berbeda beda mengenai apa itu pendidkan, dan apakah pendidikan bisa disamakan dengan pengajaran, di sini pemakalah akan berusaha untuk menjelaskan dan memaparkan apa itu pendidikan dan apa saja unsur yang terdapat di dalamnya.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian pendidikan ?
B. Apa pengertian pengajaran ?

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan
Kata pendidikan yang dalam bahasa arabnya ialah tarbiyah dengan kata kerja robba yang berarti mendidik. Secara umum Pendidikan adalah upaya nyata untuk memfasilitasi individu lain, dalam mencapai kemandirian serta kematangan mentalnya sehingga dapat survive di dalam kompetisi kehidupannya. pendidikan di lihat dari sudut pandang agama Islam yaitu Ilmu pendidikan Islam adalah upaya memperjuangkan sebuah sisitem pendidikan alternatif yang lebih baik dan relatif dapat memenuhi kebutuhan umat islam dalam menyelesaikan semua problematika kehidupan yang di hadapi umat Islam sehari hari.
Di dalam pendidikan ada beberapa teori yang telah di kemukakan oleh para pakar pendidikan. Diantara Teori pendidikan, dikenal ada 3 (tiga) macam aliran:
a. Aliran nativisme yang di pelopori oleh Scohopenhauer. Ia mengatakan bahwa bakat mempunyai peranan yang sangat penting.
b. Aliran empirisme yang dipelopori oleh Jhon Lock. Ia mengatakan bahwa pendidikan itu perlu sekali teorinya terkenal dengan istilah “Teori Tabularasa” ini artinya kelahiran anak diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang dapat diwarnai setiap orang (penulis). Dalam konteks pendidikan, pendidikan adalah orang yang mampu memberi warna terhadap anak didik.
c. Aliran convergensi yang dipelopori oleh William Stern. Aliran ini mengakui kedua aliran sebelumnya. Oleh karena itu, menurut aliran ini, pendidikan sangat perlu, namun bakat (pembawaan) yang ada pada anak didik juga mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Aliran ini seolah-olah merupakan campuran dari aliran nativisme dan empirisme. Kendati pada kenyataannya aliran ini lebih menekankan tentang pentingnya pendidikan.

1. Tujuan Dan Fungsi Pendidikan
Tujuan pendidikan ialah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya di mana individu itu hidup. Menurut Sikun pribadi, tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan, dan saripati dari seluruh renungan pedagogik. Dengan demikian tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan jalannya pendidikan sehingga perlu dirumuskan sebaik-baiknya sebelum semua kegiatan pendidikan dilaksanakan.
Suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat apabila sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu perlu ditegaskan lebih dahulu apa fungsi pendidikan itu. Di antara para ahli didik ada yang berpendapat, bahwa fungsi tujuan pendidikan ada 3 (tiga) yang semuanya bersifat normatif.
a. Memberikan arah bagi proses pendidikan. Sebelum kita menyusun kurikulum, perencanaan pendidikan dan berbagai aktivitas pendidikan, langkah yang harus dilakukan pertama kali ialah merumuskan tujuan pendidikan. Tapa kejelasan tujuan, seluruh activitas pendidikan akan kehilangan arah, kacau dan bahkan dapat menemui kegagalan.
b. Memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan karena pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin dicapai dan diinternalisasikan kepada anak atau subjek didik.
c. Tujuan pendidikan merupakan kriteria atau ukuran dalam evaluasi pendidikan.
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk yaitu:
a. Alat untuk memelihara,memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan nasional.
b. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusian (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.

B. Pengertian Pengajaran
Pengajaran menurut sikun pribadi guru besar IKIP Bandung adalah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi koknitif dan psikomotorik semata-mata. Hal ini dimaksudkan agar anak lebih banyak pengetahuannya lebih cakap berfikir kritis sistematis dan objektif serta terampil mengerjakan sesuatu. Jadi Pengajaran adalah aktivitas nyata mengajarkan pengetahuan (transfer knowledge) sehingga seseorang mampu survive dalam kehidupannya.
Di dalam pengajaran juga terdapat perencanaan-perencanaan (planning), perencanaan pengajaran dipergunakan secara luas baik di kalanagn pendidik maupun di luar lingkungan pendidik, kaufman mengatakan : perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai, di dalamnya mencakup elemen-elemen sebagai berikut:
a. Mengidentifikasikan dan mendokumentasikan kebutuhan.
b. Menentukan kebutuhan-kebutuhan yang perlu diprioritaskan.
c. Spesifikasi rinci hasil yang dicapai dari tiap kebutuhan yang diprioritaskan.
d. Identifikasi persyaratan untuk mencapai tiap-tiap pilihan.
e. Sekuensi hasil yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan.
f. Identifikasi strategi alternatif yang mungkin, dan alat atau tools untuk melengkapi tiap persyaratan dalam mencapai tiap kebutuhan, termasuk di dalamnya merinci keuntungan dan kerugian setiap strategi dan alat yang dipakai.
C. Pengertian Dresur

D. Perbedaan Pendidikan, Pengajaran, dan Dresur
1. Pendidikan
Sebagaiman telah disebutkan di atas bahwa pendidikan adalah

2. Pengajaran
Sering ditemukan semacam kebingungan atan kerancauan dalam penggunaan istilah pendidikan dan pengajaran. Ada orang berpendapat bahwa pendidikan tidak sama dengan pengajaran. Ada yang berpendapat pendidikan lebih luas daripada pengajaran. Ada juga yang mengatakan pendidikan adalah usaha pengembangan aspek ruhani manusia, sedangkan pengajaran aspek jasmani dan akal saja.
Sikun Pribadi, gurubwesar IKIP Bandung, berpendapat bahwa mendidik dalam arti pedagogis tidak disamakan dengan pengertian mengajar. Pengajaran menurut pendapatnya ialah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotor semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berfikir kritis, sistematis, dan objektif,serta terampil dalam mengerjakan sesuatu, misalnya terampil menulis, membaca, lari cepat, loncat tinggi, berenang, membuat pesawat radio, dan sebagainya.

Friday, April 13, 2012

pidato jum'at

Ilmu, Simbol Kejayaan Umat
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah…
Rasanya tak habis-habisnya kita mesti bersyukur kepada Allah, karena dari limpahan rahmat dan karuniaNya, hingga kini kita tetap bertahan menjaga keimanan kita sebagai tingkat nikmat yang paling tinggi.Syahadatpun harus selalu kita benahi, biar lebih mendekati makna yang hakiki.Sanjungan shalawat kita sampaikan kepada Baginda Rasul, ujung tombak pembawa pelita kehidupan.
Selanjutnya… jamaah Jum’at yang berbahagia.
Dari mimbar ini pula saya serukan kepada diri saya pribadi, umumnya kepada para jamaah sekalian untuk selalu menjaga, mempertahankan dan terus berupaya meningkatkan nilai-nilai taqwa, hanya dengan taqwalah kita selamat di hari pengadilanNya.
Jamaah Jum’at yang berbahagia!
Ilmu, telah menjadi perbincangan dari waktu ke waktu, bahkan ilmu telah menjadi simbol kemajuan dan kejayaan suatu bangsa. Hampir tak ada suatu bangsa dinilai maju kecuali di sana ada ketinggian ilmu. Hingga hampir menjadi kesepakatan setiap jawara bangsa, bila ingin maju harus berkiblat kepada negeri yang tinggi ilmunya.Jadilah bangku-bangku sekolah didoktrin dengan kurikulum negara maju.Akan tetapi sayang seribu kali sayang, sikap ambisi meraup dan mengimport ilmu ini berlaku hanya pada masalah duniawi.Bahkan pikiran sebagian besar kaum muslimin pun tak jauh berbeda dengan kaum sekulernya. Yang lebih memprihatinkan lagi, sebagian da’i yang mempertengkarkan tentang cap intelektual muslim pun justru menuding kolot terhadap orang yang tekun mempelajari agamanya karena terfitnah oleh kilauan dunia. Bukankah kita pernah mendengar wasiat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu anhu :
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتِ اْلآخِرَةُ مُقْبِلَةً وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ اْلآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاِء الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ.
“Dunia akan pergi berlalu, dan akhirat akan datang menjelang, dan keduanya mempunyai anak-anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia.Sesungguhnya pada hari ini hanya ada amal tanpa hisab (perhitungan), dan besok hanya ada hisab (perhitungan) tanpa amal.”(HR. Al-Bukhari secara mu’allaq).
Akankah kita membekali diri kita bagaikan si buta di tengah rimba belantara tak tahu apa yang akan menimpanya. Padahal bahaya itu sebuah kepastian yang telah tersedia.
Jamaah Jum’at yang mulia.
Akankah kita bergelimang dalam kebodohan, padahal kebodohan adalah lambang kejumudan.Lalu, tidakkah kita ingin sukses dan jaya di negeri akhirat nanti. Lalu apa yang menghalangi kita untuk segera meraup ilmu dien (agama), sebagaimana kita berambisi meraup ketinggian ilmu dunia karena tergambar suksesnya masa depan kita?
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengumpulkan keutamaan ilmu ini dalam 13 point:
1. Bahwa ilmu dien adalah warisan para nabi Shallallaahu alaihi wa Salam, warisan yang lebih mulia dan berharga dari segala warisannya para nabi. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:
فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى النُّجُوْمِ. اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، وَاْلأَنْبِيَاءُ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَاًرا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ. (الترمذي).
“Keutamaan sesorang ‘alim (berilmu) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang-bintang.Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi.Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambilnya (warisan ilmu) maka dia telah mengambil keuntungan yang banyak.” (HR. Tirmidzi).
2. Ilmu itu tetap akan kekal sekalipun pemiliknya telah mati, tetapi harta yang jadi rebutan manusia itu pasti akan sirna. Setiap kita pasti kenal Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, gudangnya periwayatan hadits, sehingga beliau menjadi sasaran bidik kejahatan kaum Syi’ah dengan tuduhan-tuduhan keji yang dilancarkannya terhadap diri beliau, dalam rangka menghancurkan Islam dan kaum muslimin.
Dari segi harta Abu Hurairah Radhiallaahu anhu memang termasuk golongan fuqara’ (kaum papa), memang hartanya telah sirna, tapi ilmunya tak pernah sirna, kita semua masih tetap membacanya. Inilah buah seperti yang tersebut dalam hadits Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam :
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ؛ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْ لَهُ.
“Jika manusia mati terputuslah amalnya kecuali tiga: shadaqah jariyah, atau ilmu yang dia amalkan atau anak shalih yang mendoakannya.”
3. Ilmu, sebanyak apapun tak menyusahkan pemiliknya untuk menyimpan, tak perlu gedung yang tinggi dan besar untuk meletakkannya. Cukup disimpan dalam dada dan kepalanya, bahkan ilmu itu yang akan menjaga pemiliknya sehingga memberi rasa nyaman dan aman, lain halnya dengan harta yang semakin bertumpuk, semakin susah pula untuk mencari tempat menyimpannya, belum lagi harus menjaganya dengan susah payah bahkan bisa menggelisahkan pemiliknya.
4. Ilmu, bisa menghantarkan pemiliknya menjadi saksi atas kebenaran dan keesaan Allah. Adakah yang lebih tinggi dari tingkatan ini? Inilah firman Allah Ta’ala:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imran: 18).
Sedang pemilik harta? Harta sama sekali takkan menghantarkan pemiliknya sampai ke derajat sana.
5. Para ulama (Ahli ilmu syari’at), termasuk golongan petinggi kehidupan yang Allah perintahkan supaya orang mentaatinya, tentunya selama tidak menganjurkan durhaka kepada Allah dan RasulNya, sebagaimana firmanNya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri di antara kamu.” (An-Nisa: 59).
Ulil Amri, menurut ulama adalah Umara’ dan Hukama’ (Ahli Hikmah/Ahli Ilmu/Ulama).Ulama berfungsi menjelaskan dengan gamblang syariat Allah dan mengajak manusia ke jalan Allah.Umara’ berfungsi mengoperasionalkan jalannya syariat Allah dan mengharuskan manusia untuk menegakkannya.
6. Para ulama, mereka itulah yang tetap tegar dalam mewujudkan syariat Allah hingga datangnya hari kiamat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ هُوَ الْمُعْطِيْ وَلاَ تَزَالُ هَذِهِ اْلأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ.
“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah akan fahamkan dia dalam (masalah) dien. Aku adalah Al-Qasim (yang membagi) sedang Allah Azza wa Jalla adalah yang Maha Memberi. Umat ini akan senantiasa tegak di atas perkara Allah, tidak akan memadharatkan kepada mereka, orang-orang yang menyelisihi mereka sampai datang putusan Allah.” (HR. Al-Bukhari).
Imam Ahmad mengatakan tentang kelompok ini: “Jika mereka bukan Ahlu Hadits maka aku tidak tahu siapa mereka itu”.
7. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menggambarkan para pemilik ilmu dengan lembah yang bisa menampung air yang bermanfaat terhadap alam sekitar, beliau bersabda, yang artinya:
Perumpamaan dari petunjuk ilmu yang aku diutus dengannya bagaikan hujan yang menimpa tanah, sebagian di antaranya ada yang baik (subur) yang mampu menampung air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak, di antaranya lagi ada sebagian tanah keras yang (mampu) menahan air yang dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia untuk minuman, mengairi tanaman dan bercocok tanam. Dan sebagian menimpa tanah tandus kering yang gersang, tidak bisa menahan air yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Maka demikianlah permisalan orang yang memahami (pandai) dalam dien Allah dan memanfaatkan apa yang dengannya aku diutus Allah, maka dia mempelajari dan mengajarkan. Sedangkan permisalan bagi orang yang tidak (tidak memperhatikan ilmu) itu (sangat berpaling dan bodoh), dia tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus.(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
8. Ilmu adalah jalan menuju Surga, tiada jalan pintas menuju Surga kecuali ilmu. Sabdanya:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ.
Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. Muslim).
9. Ilmu merupakan pertanda kebaikan seorang hamba. Tidaklah akan menjadi baik melainkan orang yang berilmu, sekalipun bukan jaminan mutlak orang yang (mengaku) berilmu mesti baik.
Sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Salam :
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ.
“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan pahamkan dia (masalah) dien.”(Al-Bukhari).
10. Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah.
11. Orang ‘alim (berilmu) adalah cahaya bagi manusia lainnya. Dengan dirinyalah manusia dapat tertunjuki jalan hidupnya.Jamaah sekalian tentunya ingat kisah seorang pembunuh yang menghabisi 100 nyawa.Dia bunuh seorang ahli ibadah sebagai korban yang ke-100 karena jawaban bodoh dari si ahli ibadah yang menjawab bahwa sudah tak ada lagi pintu taubat bagi pembunuh nyawa manusia.Akhirnya dia datang kepada seorang ‘alim, dan disana ia ditunjukkan jalan taubat, maka diapun mendapatkan penerangan bagi jalan hidupnya.
12. Allah akan mengangkat derajat Ahli Ilmu (orang alim) di dunia dan akhirat. Di dunia Allah angkat derajatnya di tengah-tengah umat manusia sesuai dengan tingkat amal yang dia tegakkan. Dan di akhirat akan Allah angkat derajat mereka di Surga sesuai dengan derajat ilmu yang telah diamalkan dan didakwahkannya.
Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam surat Mujadilah: 11 telah berfirman:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah!
Itulah point-point penting yang bisa kita nukilkan, semoga menjadi pendorong semangat bagi orang yang bercita-cita mulia dunia dan akhiratnya.
وَاللهَ نَسْأَلُهُ أَنْ يَرْزُقَنَا عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً، وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنًا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Khutbah kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Jamaah yang berbahagia, pada khutbah yang ke-2 ini, sekedar saya simpulkan dari khutbah yang pertama.
1. Bahwa problem yang terbesar di kalangan umat ini adalah al-jahl biddien, bodoh tentang agamanya.
2. Tidak akan terangkat derajat umat ini menuju sebuah kejayaan kecuali harus bangkit dan menggali ilmu agama secara benar.
3. Ilmu agama yang akan membawa kejayaan adalah ilmu yang diamalkan dari sumber yang benar pula, bila tidak justru akan membawa kepada kehancuran dan laknat Allah.
Karena itulah mari kita gali ilmu agama secara benar dari sumber aslinya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah melalui pemahaman para Salafus-Shalih yakni para sahabat radhiyallahu ‘anhum serta para pengikut pola hidupnya hingga hari akhir.
Selanjutnya marilah kita berdoa kepada Allah untuk kebaikan kita dan kebaikan kaum muslimin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ

Tegakkan Sunnah Hapuskan Bid’ah
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، دَعَا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ فَاسْتَجَابَ لِدَعْوَتِهِ الرَّاشِدُوْنَ، فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Amma ba’du.
Kaum Muslimin para hamba Allah yang berbahagia!
Ketahuilah hadirin sekalian bahwa agama Islam pada asalnya sama seperti agama samawiyah lainnya yang diturunkan Allah, dengannya Allah mengutus para Rasul; yaitu agama yang dibangun di atas dasar ittiba’ (mengikuti) dan kepatuhan pada apa yang disampaikan Allah dan RasulNya. Sebab sebuah ajaran tidak dapat disebut Ad-Dien kecuali bila di dalamnya ada kepatuhan pada Allah Subhannahu wa Ta’ala danittiba’ pada apa yang diserukan oleh RasulNya.
Dan sebaik-baik petunjuk yang harus ditempuh oleh orang –orang yang mengharapkan kejayaan, sebaik-baik jalan yang mesti dilalui oleh orang-orang shaleh adalah: petunjuk dan jalan yang digariskan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepada umatnya. Tidak ada lagi pertunjuk yang lebih baik dari pada petunjuk beliau.Tidak ada lagi jalan hidup yang lebih lurus selain dari pada jalan hidup yang beliau tempuh.
“Dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah, bagi orang-orang yang yakin.” (Al-Maidah: 50)
Namun ternyata iblis -la’natullah ‘alaihi- tidak pernah berhenti menyesatkan anak cucu Adam. Dengan berbagai cara tipu muslihat ia mencoba memalingkan mereka dari cahaya ilmu lalu membiarkan mereka tersesat dan kebingungan dalam gelapnya kebodohan. Dari situlah iblis kemudian memasukkan hal-hal yang secara lahiriah adalah perbuatan baik/amal shaleh ke dalam agama namun sebenarnya ia tidak pernah dituntunkan Allah dan RasulNya. Muncullah berbagai keyakinan dan amalan yang tidak pernah diajarkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam Lahirlah i’tiqad dan perbuatan yang tak pernah dikenal oleh generasi terbaik ummat ini; generasi As-Salafus shalih ridlwanullah ‘alaihim, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
“Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara kalian maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, (maka saat itu) ikutilah sunnahku dan sunnah para khulafa’ Ar-rasyiddin yang mendapatkan hidayah, gigitlah (sunnah)dengan gigi-gigi geraham (berpegang teguh), dan jauhilah perkara-perkara yang dibuat-buat (dalam agama), karena setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tarmidzi ia katakan hadits hasan shahih)
Yang dimaksud dengan bid’ah adalah segala perkara yang dibuat-buat dalam agama yang sama sekali tidak memiliki dasar dalam syari’ah . Dan barangsiapa yang mencoba melakukan hal ini, maka ia akan masuk dalam ancaman Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang membuat-buat hal baru dalam urusan (agama) kami, apa-apa yang tidak ada keterangan darinya maka ia itu tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan riwayat Muslim yang lain, beliau bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak dilandasi/sesuai dengan keterangan kami, maka ia itu tertolak.”
Para hamba Allah yang berbahagia.
Hadits yang baru saja kita simak ini merupakan dasar terpenting dalam ajaran Islam.Hadits ini merupakan standar yang harus digunakan untuk mengukur dan menilai sebuah amalan secara lahiriah, sehingga -berdasarkan hadits ini- amalan apapun dilemparkan kembali kepada pelakunya. Sehingga berdasarkan hadits ini pula perbuatan apa pun yang diada-adakan dalam Islam bila tidak diizinkan oleh Allah dan RasulNya, maka tidaklah boleh dikerjakan; bagaimanapun baik dan bergunanya menurut akal kita. Imam Nawawy menjelaskan bahwa hadits yang mulia ini adalah salah satu hadits penting yang harus dihafal dan digunakan untuk membantah dan membatalkan segala bentuk kemungkaran dalam Islam.
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah!
Sesungguhnya perilaku bid’ah dan segala perilaku yang mengarah pada penambahan terhadap ajaran Islam adalah tindakan kejahatan yang amat sangat nyata. Bila kejahatan bid’ah ini dilakukan maka “kejahatan-kejahatan” lain yang akan muncul, di antaranya:
Perilaku bid’ah menunjukkan bahwa pelakunya telah berprasanga buruk (suudhan)terhadap Allah Subhannahu wa Ta’ala dan RasulNya yang telah menetapkan risalah Islam, karena pelaku bid’ah telah menganggap bahwa agama ini belumlah sempurna sehingga perlu diberikan ajaran-ajaran tambahan agar lebih sempurna. Itulah sebabnya Imam Malik bin Anas rahimahullah pernah berkata: “Barangsiapa yang membuat-buat sebuah bid’ah dalam Islam yang ia anggap baik, maka sungguh ia telah menuduh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam telah mengkhianati risalah yang diturunkan Allah padaNya, karena Allah berfirman:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan buat kalian dien kalian, dan telah kucukupkan atas kalian nikmatKu, dan telah Aku relakan Islam sebagai agama kalian.” (QS. Al-Maidah:3)
Oleh karena itu, apapun yang pada saat itu tidak temasuk dalam Ad-Dien maka hari inipun ia tak dapat dijadikan (sebagai bagian) Ad-Dien.
Disamping itu, berdasarkan point pertama maka dampak negatif lain dari perilaku bid’ah adalah bahwa hal ini akan mengotori dan menodai keindahan syari’ah Islam yang suci dan telah disempurnakan oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala . Perbuatan ini akan memberikan kesan bahwa Islam tidaklah pantas menjadi pedoman hidup karena ternyata belum sempurna.
Perbuatan bid’ah juga akan mengakibatkan terhapusnya dan hilangnya syi’ar-syi’ar As Sunnah dalam kehidupan umat Islam. Hal ini disebabkan tidak ada satupun bid’ah yang muncul dan menyebar melainkan sebuah sunnah akan mati bersamanya, sebab pada dasarnya bid’ah itu tidak akan muncul kecuali bila As-Sunnah telah ditinggalkan. Sahabat Nabi yang mulia, Ibnu Abbas Rahimahullaah pernah menyinggung hal ini dengan mengatakan:
مَا أَتَى عَلَى النَّاسِ عَامٌ إِلاَّ أَحْدَثُوْا فِيْهِ بِدْعَةً وَأَمَاتُوْا فِيْهِ سُنَّةً حَتَّى تَحْيَا الْبِدْعَةُ وَتَمُوْتَ السُّنَّةُ.
“Tidaklah datang suatu tahun kepada ummat manusia kecuali mereka membuat-buat sebuah bid’ah di dalamnya dan mematikan As-Sunnah, hingga hiduplah bid’ah dan matilah As-Sunnah.”
Tersebarnya bid’ah juga akan menghalangi kaum Muslimin untuk memahami ajaran-ajaran agama mereka yang shahih dan murni. Hal ini tidaklah mengherankan, karena ketika mereka melakukan bid’ah tersebut maka saat itu mereka tidak memandangnya sebagai sesuatu yang salah, mereka justru meyakininya sebagai sesuatu yang benar dan termasuk dalam ajaran Islam. Hingga tepatlah kiranya apa yang dinyatakan oleh Imam Sufyan Ats Tsaury:
اَلْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيْسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ. اَلْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا وَالْبِدْعَةُ لاَ يُتَابُ مِنْهَا.
“Bid’ah itu lebih disenangi oleh syaitan dari pada perbuatan maksiat, karena perbuatan maksiat itu (pelakunya) dapat bertaubat (karena bagaimanapun ia meyakini bahwa perbuatannya adalah dosa) sedangkan bid’ah (pelakunya) sulit untuk bertaubat (karena ia melakukannya dengan keyakinan hal itu termasuk ajaran agama, bukan dosa).
Hadirin yang dimuliakan oleh Allah!
Dengan demikian jelaslah sudah bahwa perbuatan bid’ah adalah tindak kejahatan yang sangat nyata terhadap syari’at Islam yang suci dan telah disempurnakan oleh Allah. Dan tidak ada jalan lain untuk membasmi hal tersebut kecuali dengan mendalami dan melaksanakan sunnah Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam , tidak ada penyelesaian lain kecuali dengan mengembalikan semua perkara kepada hukum Allah dan RasulNya.
“Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.”(Al-An’am: 153)
Bid’ah adalah gelombang taufan yang dapat menenggelam-kan siapapun, dan As-Sunnah yang shahihah adalah “bahtera Nuh”; siapapun yang mengendarainya akan selamat dan siapa yang meninggalkannya akan tenggelam.
Kaum Muslimin, para hamba Allah yang berbahagia!
Setiap jalan selain jalan Allah disitu terdapat syetan yang akan selalu mengajak dan menanamkan rasa cinta kepada perilaku bid’ah lalu perlahan-lahan menjauhkan kita dari As-Sunnah. Ini adalah salah satu langkah syetan dimana secara bertahap ia membisikkan syubhat-syubhat itu ke dalam amal nyata; baik dengan mengurangi atau menambah i’itiqad maupun amalan yang tak pernah dituntunkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Sangat banyak kaum Muslimin yang jatuh dan menjadi korban; syetanpun telah memperoleh kemenangan “peperangan” ini dalam banyak kesempatan; baik ketika seorang hamba meyakini i’tiqad tertentu yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah atau ketika seorang hamba mengerjakan amalan ibadah tertentu yang tidak pernah digariskan dalam risalah Al-Islam.
Namun Ahlus Sunnah wal Jama’ah satu-satunya golongan yang selamat dan satu-satunya kelompok yang akan dimenangkan Allah telah menetapkan Kitabullah dan Sunnah RasulNya ke dalam lubuk hati mereka yang paling dalam.
Nasihat Allah dan Rasulnya telah tersimpan abadi dalam jiwa-jiwa mereka. Allah Yang Maha Bijaksana telah menanamkan dalam hati mereka keyakinan akan kesempurnaan Ad-Dien ini, bahwa kebahagiaan dan ketenangan yang hakiki hanyalah dicapai bila berpegang teguh kepada Wahyu Allah dan Sunnah RasulNya, sebab apapun selain keduanya adalah kesesatan dan kebinasaan! Sebab segala kebaikan terdapat dalam ittiba’ kepada kaum salaf dan segala keburukan terdapat dalam perilaku bid’ah kaum Khalaf!
Hadirin yang berbahagia dan dirahmati Allah!
Akhirnya, saya kembali mengulang wasiat untuk selalu bertaqwa kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala. Waspadailah segala perilaku bid’ah, yang kecil maupun yang besar dalam Ad-Dien ini karena ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakanya hingga hari Kiamat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لاَ يُنْقَصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا.
“Barangsiapa yang mempelopori perbuatan buruk maka ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakannya hingga hari qiamah tanpa dikurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.”(HR. Muslim)
Hendaklah setiap Muslim yang merasa takut kepada Rabb-nya, selalu memperhatikan perbuatan dan amalnya, akan kemanakah kakinya melangkah? Karena boleh jadi ia meletakkan kakinya dijalan yang salah tanpa disadari.
Marilah kita menanamkan tekad sebesar-besarnya untuk mengkaji, mendalami, melaksanakan dan menda’wakan As-Sunnah disetiap lapangan kehidupan kita, agar tidak ada lagi bid’ah-bid’ah yang menodai kehidupan kita, sehingga menghalangi kaum Muslimin untuk meraih kejayaannya. Insya’ Allah.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}. ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ

Thursday, April 12, 2012

tafsir ayat-ayat risah


TAFSIR AYAT-AYAT RISALAH
I.                   PENDAHULUAN
Allah dalam memberi petunjuk bagi manusia tentunya melaluai perantara-perantara dalam hal ini adalah para nabi dan para rasul. Yang mana seorang hamba tidak akan mampu berkomunikasi langsung dengan penciptanya tanpa melalui suatu perantara, karenanya allah mengutus para rasul sebagai wasilah yang  membimbing dan memperbaiki akhlaq manusia menuju jalan yang diridhoi-Nya.
Selain bertugas untuk menyampaikan kabar gembira para rasul juga di perintahkan untuk memberikan peringatan kepada orang-orang yang tidak mau beriman. Siapa yang berbuat baik maka, ia akan mendapatkan surga. Begitu pula sebaliknya siapa yang berbuat buruk maka, ia akan mendapatkan neraka.
Para rasul dalam dakwahnya membawa risalah yang berbeda-beda dengan syari’at yang berbeda-beda pula. Meskipun secara subtansial ajaran yang dibawa oleh para rasul dan para nabi tetaplah sama, yaitu ajaran tauhid (pengesaan Tuhan).
Makalah ini berusaha menyajikan paparan tentang tafsir ayat-ayat allah mengenai risalah, meskipun dalam makalah ini tidak mungkin dapat menjangkau keseluruhannya, karena betapa luasnya pembahasan tentang risalah allah SWT ini.

II.                 RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimanakah tafsir ayat-ayat tentang risalah?
B.     Bagaiman munasabah ayat-ayat tentang risalah?

III.             PEMBAHASAN
A.    Tafsir ayat-ayat tentang risalah
1.      Surat an-Nahl (16): 36
ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/ Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqߧ Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# ( Nßg÷YÏJsù ô`¨B yyd ª!$# Nßg÷YÏBur ïƨB ôM¤)ym Ïmøn=tã ä's#»n=žÒ9$# 4 (#r玍šsù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. šc%x. èpt7É)»tã šúüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÌÏÈ  
Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah, dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).(36)
Ayat ini menyatakan Allah telah mengutus Nabi Muhammad. Dan  diantara umatnya ada yang menerima dengan baik ajarannya dan adapula yang membangkang gengan berbagai upaya penolakan keras. Hal ini sesungguhnya juga dialami oleh rasul-rasul sebelum Muhammad. Dimana mereka menyampaikan agar umatnya tunduk dan patuh dengan penuh pengagungan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Perintah untuk menjahui taghut, yakni segala macam yang melampaui batas seperti penyembahan berhala dan kepatuhan kepada tirani.[1] Ajakan para rasul telah diketahui oleh umat masing-masing maka diantara mereka ada yang hatinya terbuka sehingga Allah menyambutnya dan diberikan petunjuk, adapula yang keras hatinya sehingga mereka menolak ajaran (risalah) rasul. Dan nantinya pasti akan mendapatkan sanksi atas kesesatan yang mereka pilih sendiri pada hari pembalasan. Kemudian jika umat manusia masih meragukan apa yang disampaikan rasul, tentang kebinasaan para pembangkang dan pendusta para rasul maka perhatikanlah bagaimana akhir kehidupan mereka yang mendapatkan laknat yang pedih dari Allah SWT.[2]

2.      Surat al-Baqorah (2): 213
tb%x. â¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur y]yèt7sù ª!$# z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# šúï̍Ïe±u;ãB tûïÍÉYãBur tAtRr&ur ãNßgyètB |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3ósuŠÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# $yJŠÏù (#qàÿn=tF÷z$# ÏmŠÏù 4 $tBur y#n=tG÷z$# ÏmŠÏù žwÎ) tûïÏ%©!$# çnqè?ré& .`ÏB Ï÷èt/ $tB ÞOßgø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# $JŠøót/ óOßgoY÷t/ ( yygsù ª!$# šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä $yJÏ9 (#qàÿn=tF÷z$# ÏmŠÏù z`ÏB Èd,ysø9$# ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ 3 ª!$#ur Ïôgtƒ `tB âä!$t±o 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ ?LìÉ)tGó¡B ÇËÊÌÈ
Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.(213)
Allah menjadikan manusia sebagai umat yang satu dan menganut kebenaran yang sama sejak nabi Adam hingga nabi Nuh tetapi karena berbagai hal, mereka kemudian berselisih diantara sesama. Oleh karena itu Allah mengutus para rasul untuk membawa kabar gembira untuk orang-orang yang beriman dan ancaman untuk orang-orang yang mendutakan kebenaran risalah para rasul.
Meskipun allah menjadikan manusia sebagai umat yang satu yang terikat yang saling membutuhkan satu sama lain dalam mencari penghidupan. Namun tidak mungkin dalam persatuan ini mereka selalu sepakat dalm semua hal. Allah menjadikan akal manusia tidak sama dan berbeda-beda fitrohnya sehingga terkadang terjadi perbedaan pendapat dalam memahami risalah ini.
Allah mengutus kepada para nabi untuk memberikan peringatan kepada kaumnya masing-masing, tentang apa yang mereka abaikan. Dengan menyandarkan hukum-hukum Allah kepada kitab-kitab-Nya sebagai sumber utama. Serta menguatkan kenabian dengan dalil-dalil yang tegas. Apa yang mereka sampaikan semata-mata adalah dari Allah Yang Maha Kuasa memberi pahala dan mendatangkan siksa. Serta Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.[3] 
3.      Surat al-saba’ (34): 34
!$tBur $uZù=yör& Îû 7ptƒös% `ÏiB @ƒÉ¯R žwÎ) tA$s% !$ydqèùuŽøIãB $¯RÎ) !$yJÎ/ OçFù=Åöé& ¾ÏmÎ/ tbrãÏÿ»x. ÇÌÍÈ
Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya Kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya"(34).
Ayat ini berisi Allah mengutkan hati para rasul dengan menghibur nya serta memerintahkannya untuk bercermin kepada rasul sebelumnya. Dalam ayat ini Allah menggambarkan kepada rosul, bahwa tidaklah Dia mengutus seorang nabi pun pada suatu negeri, sudah menjadi fitroh ada yang mendustakan dan mengingkari terutama oleh para pembesarnya dan diikuti oleh kaum dhu’afanya.
Hampir seluruh rasul diperlakukan demikian oleh sebagian besar umatnya sebagaimana kaum Nabi Nuh, yang berkata kepada Nabi Nuh AS (ا نوً من لك وا تبعك الاًرذ ولون) “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikutimu ialah orang-orang yang hina. (QS.Asy-Syu’araa’:111).[4]
4.      Al-Asyura (42): 51-52
$tBur tb%x. AŽ|³u;Ï9 br& çmyJÏk=s3ムª!$# žwÎ) $·ômur ÷rr& `ÏB Ç!#uur A>$pgÉo ÷rr& Ÿ@Åöãƒ Zwqßu zÓÇrqãsù ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ $tB âä!$t±o 4 ¼çm¯RÎ) ;Í?tã ÒOŠÅ6ym ÇÎÊÈ   y7Ï9ºxx.ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) %[nrâ ô`ÏiB $tR̍øBr& 4 $tB |MZä. Íôs? $tB Ü=»tGÅ3ø9$# Ÿwur ß`»yJƒM}$# `Å3»s9ur çm»oYù=yèy_ #YqçR Ïök¨X ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±®S ô`ÏB $tRÏŠ$t6Ïã 4 y7¯RÎ)ur üÏöktJs9 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ 5OŠÉ)tGó¡B ÇÎËÈ  
Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.(51). Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.(52).
Seorang manusia tidak mungkin mampu berbicara dengan Allah secara langsung, kecuali dengan perantaraan wahyu. Atau dengan cara lain hanya dapat dilakukan oleh para nabi dan rosul dibelakang tabir. Di belakang tabir disini artinya adalah seorang nabi atau rosul dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi tidak dapat melihat zdat Allah secara langsung. Terkadang juga dengan melalui perantara seorang malaikat, jibril yang bertugas menyampaikan  wahyu kepada para nabi dan para rosul.
Cara-cara yang sepertiitulah Allah menurunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. dan kitab-kitab sebelumnya. Di dalam al-Qur’an Allah mengajarkan manusia apa-apa yang tidak ia ketahui sebelumnya. Dengan dijadikannya al-Qur’an sebagai petunjuk umat manusia di dalam menjalani hidup di dunia. Melalui risalah nabi Muhammad Allah mengajarkan manusia tentang apa itu iman, islam dan juga ihksan.[5]
5.      Surat al-maidah (5): 48
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 šú÷üt/ Ïm÷ƒytƒ z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( Ÿwur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷ŽÅ° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãŠsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmŠÏù tbqàÿÎ=tFøƒrB ÇÍÑÈ  
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,(48)
Ayat ini berbicara tentang al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Allah telah menurunkan al-Qur’an kepada nabi Muhammad dengan haq, yakni haq dalam kandungannya, cara turunnya, maupun yang menurunkan, yang mengantarkannya turun, serta yang diturunkan kepadanya keseluruhannya adalah benar adanya.
Al-Qur’an berfungsi membenarkan (menyempurnakan) apa yang diturunkan Allah pada kitab-kitab sebelumnya ( Taurat, Zabur dan Injil). Dan al-Qur’an menjadi tolak ukur kebenaran terhadap kitab-kitab sebelumnya.
Al-Qur’an juga berfungsi sebagai dasar atau landasan dalam memutuskan suatu perkara. Allah telah menganugrahkan syariat kepada Nabi Muhammad, dan hal itu membatalkan beberapa syariat sebelumnya. Meski beberapa syariat nabi sebelumnya masih ada yang tetap dipertahankan, seperti syariat khitan, dan haji Nabi Adam. Hal itu berarti bahwa al-Qur’an telah menjadi sumber syari’at.[6]
6.      Surat al-Baqarah (2): 136
(#þqä9qè% $¨YtB#uä «!$$Î/ !$tBur tAÌRé& $uZøŠs9Î) !$tBur tAÌRé& #n<Î) zO¿Ïdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»oÿôœÎ)ur t,»ysóÎ)ur z>qà)÷ètƒur ÅÞ$t6óF{$#ur !$tBur uÎAré& 4ÓyqãB 4Ó|¤ŠÏãur !$tBur uÎAré& šcqŠÎ;¨Y9$# `ÏB óOÎgÎn/§ Ÿw ä-ÌhxÿçR tû÷üt/ 7tnr& óOßg÷YÏiB ß`øtwUur ¼çms9 tbqãKÎ=ó¡ãB ÇÊÌÏÈ
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".(136).
Ayat di atas mengandung perintah kepada manusia  untuk beriman kepada para nabi. Iman pada utusan Allah dan atas apa yang diberikan Allah kepada mereka dan nabi-nabi sebelunnya adalah satu. Meskipun terdapat beberapa perbedaan di alam syariatnya, akan tetapi sejatinya masih sama-sama dari Allah. Syariat-syariat nabi sebelum Nabi Muhammad masih ada yang tetap dipertahankan dan dijalankan umat islam masa ini.[7]
Al-Qur’an adalah kitab penyempuna, dan para umat yang telah menganut syariat Nabi-nabi atau Rasul sebelumnya wajib berganti dan beralih menjadikan al-Qur’an sebagai sumber syarat utama bagi mereka. Allah telah menetapkan bahwa syariat yang dibawa Nabi Muhammad sejak diturunkannya al-Qur’an hingga akhir zaman, sebagai satu syariat yang berlaku dan  dijadikan pedoman.[8]

B.     Munasabah Ayat-ayat tentang Risalah
Allah telah mengutus Nabi Muhammad untuk menyempurnakan syariat-syariat nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu. Dalam menyampaikan risalahnya Nabi Muhammad menemui banyak rintangan dan hambatan dari berbagai Suku dan Penguasa Quraisy pada waktu itu. Hal ini sama dengan apa yang di alami oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya.[9]
Para nabi dan para rasul tersebut diutus Allah SWT dengan membawa risalah-risalah masing-masing, yang pada hakikatnya risalah tersebut adalah sama, yaitu berasal dari Allah yang segala syariatnya berasal dari Allah. Walaupun apabila di lihat secara syariatnya berbeda-beda tetapi pada hakikatnya adalah satu yaitu Tauhid.
Dalam ayat-ayat al–Qur’an banyak ayat yang menjelaskan tentang risalah-risalah yang di bawa oleh para rasul dan nabi-nabi terdahulu, dalam dalam Surat al-Baqarah ayat 213, dan Surat al-Maidah ayat 48 mempunyai korelasi makna yang dikandungnya. Ayat-ayat ini menjelaskan tentang kebenaran al-Quran sebagai penyempurna kitab-kitab Allah yang telah diturunkan kepada rosul-rasul sebelumnya serta fungsi dan kedudukan al-Qur’an sebagai pedoman utama umat zaman ini.
Kemudian pada Surat al-Saba ayat 34 dan Surat al-Asyura ayat 51-52 dikatakan bahwa para rasul diutus Allah sebagai pembawa kabar gembira sekaligus membiri peringatan kepada orang-orang kafir yang membangkang dan tidak mau menerima kebenaran kitab-kitab Allah khususnya pembangkangan terhaap al-Qur’an.
Sesunguhnya fungsi diturunkan al-Qur’an yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad adalah membenarkan dan menyempurnakan apa yang diturunkan pada kitab-kitab sebelumnya ( Taurat, Zabur, Injil) sebagaimana yang disebutkan pada ayat 136 Surat al-Baqoroh. Allahpun telah menetapkan bahwa kitab yang dibawa Nabi Muhammad itu sejak diturunkannya hingga akhir zaman nanti, sebagai syariat yang satu yang berlaku dan di jadikan pedoman.[10]

IV.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ayat ini menyatakan allah telah mengutus nabi Muhammad diantara umatnya ada yang menerima dengan baik ajarannya dan adapula yang membangkang. Hal ini juga dialami oleh rasul-rasul sebelumnya. Mereka menyampaikan agar umatnya tunduk dan patuh dengan penuh pengagungan kepada tuhan yang maha esa.
Allah mengutus kepada para nabi untuk memberikan peringatan kepada kaumnya, tentang apa yang mereka abaikan. dengan menyandarkan hukum-hukum allah kepada kitab-kitabnya sebagai sumber utama. Serta menguatkan kenabian dengan dalil-dalil yang tegas.
Allah telah menurunkan al-Qur’an kepada nabi Muhammad dengan haq. Al-Qur’an berfungsi membenarkan (menyempurnakan) apa yang diturunkan pada kitab-kitab sebelumnya ( taurat, zabur, injil). Allahpun telah menetapkan bahwa kitab yang dibawa Nabi Muhammad itu sejak diturunkannya hingga akhir zaman nanti, sebagai syariat yang satu yang berlaku dan di jadikan pedoman.
B.     Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan atas diskusi yang telah akami lakukan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari nilai sempurna. Oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah kani harapkan, untuk menjadi rujukan dalam penyusunan makalah selanjutnya yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.










DAFTAR PUSTAKA
Al-baazi,Annur. Attafsir Attarbawiyah. al-Qohiroh: Darun Nasyar’at. 2007.
Al-Damasqy, Imam Abi Al-Fida Ismail ibn Kathir al-Quraisy. Tafsir Ibnu Katsir, juz 1. Makkah Al-Muaukarromah: Al-Maktabah al-Tijariyah. 1986.
Al-Muraghi, Ahmad Mustofa. Terjemah Tafsir Al-Muraghi, Terj.  Jilid 1. Semarang: PT. Toha Putra. 1992.
Habshi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad.  Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur. Semarang: Pustaka Riski Putra. 2000.
Muhammad bin Abdurrohman Alu Syaikh, Abdullah bin. Lubaabut Tafsir min Ibnu Katsir atau Tafsir Ibnu Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i. 2008.
Nata, Abidin. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2009.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2009.


[1] Ahmad Mustofa Al-Muraghi, Terjemah Tafsir Al-Muraghi, Terj,  Jilid 1 (Semarang: PT. Toha Putra. 1992) Hlm. 89.

[2] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2009), Hlm. 576.
[3] Teungku Muhammad Habshi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur (Semarang: Pustaka Riski Putra, 2000), Hlm. 349-350.
[4] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman Alu Syaikh, Lubaabut Tafsir min Ibnu Katsir atau Tafsir Ibnu Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), Hlm., 381.
[5] Ibid. Hlm. 457.
[6] M. Quraish Shihab, Op. Cit., Hlm. 136.
[7] Imam Abi Al-Fida Ismail ibn Kathir al-Quraisy Al-Damasqy, Tafsir Ibnu Katsir, juz 1 (Makkah Al-Muaukarromah: Al-Maktabah al-Tijariyah, 1986) Hlm. 179.

[8] Ibid. Hlm. 141.
[9] Abidin Nata,  Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009) Hlm. 9.

[10] Annur Al-baazi, Attafsir Attarbawiyah (al-Qohiroh: Darun Nasyar’at, 2007) Hlm. 148.