Thursday, April 19, 2012

PARADOK PENDEDIKAN

Paradoks Politik Pendidikan
Di negeri ini, pendidikan menjadi alat politik, penghimpun kekuatan bagi Sang penguasa dan juga pelanggeng kekuasaan. Setiap kali negeri ini berganti presiden ataupun menteri, dapat dipastikan berganti pula kurikulum yang menjadi pegangan para pendidik dalam mengajar di sekolah–sekolah. Politik pendidikan memang tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan politik. Hal ini mengacu pada pernyataan filsuf luar negeri kontemporer, modern, dan posmodern, yaitu Michael Foucault, yang mengatakan bahwasanya tidaklah mungkin memisahkan keberadaan pengetahuan dengan meninggalkan kekuasaan. Sebaliknya, tidaklah mungkin kekuasaan bisa berjalan tanpa pengetahuan.

Dalam buku setebal 251 halaman ini, ada beberapa hal yang berkaitan dengan UUD 1945 yang mengatur posisi pemerintah dan warga negara. Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan nasional, menganggarkan 20% dari APBN dan APBD. Untuk menyukseskan penyelenggaraan pendidikan nasional tersebut, pemerintah memajukan budaya nasional dengan menjamin kebebasan masyarakat serta memelihara dan mengembangkan nilai–nilai budayanya. Sementara hak warga adalah mendapatkan pendidikan, dan kewajibanya mengikuti pendidikan dasar yang diselenggarakan pemerintah serta ikut berpartisipasi dalam menyukseskan pendidikan nasional tersebut.
Secara garis besar, buku ini memaparkan permasalahan paradoks pendidikan di negeri ini. Pendidikan yang tidak bisa terlepas dari kekuasaan politik. Seperti halnya tujuan pendidikan nasional, anggaran pendidikan, pendidikan yang belum merata, kualitas pendidikan yang masih rendah, kebijakan kurikulum yang berganti pada saat pergantian menteri pendidikan. Selain itu, ujian nasional yang hanya mengejar kecerdasan intelektual anak tanpa memperhatikan kecerdasan sebagai sebuah kebijakan, dan politik pendidikan nasional yang tidak mencerminkan antara dasar, tujuan, dan pelaksanaan dari diadakannya pendidikan naisional.
Dari hasil Survei Political and Economic Risk Consultant (PERCE), kualitas pendidikan di negara kita masih kurang jika dibandingkan dengan negara lain. Hal ini mengindikasikan bahwa ada yang salah dengan pengelolaan pendidikan nasional. Sebagai contoh, kualitas pendidikan di Indonesia yang berkaitan dengan guru cukup memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No. 20/2003, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai pembelajaran, melakukan pelatihan, melakukan penelitian hasil, dan melakukan pengabdian masyarakat. Bahkan sebagian guru di Indonesia dinyatakan “tidak layak mengajar”.
Ketika pendidikan nasional dikaitkan dengan kecerdasan kehidupan bangsa, yang terjadi adalah bagaimana politisi membodohi rakyatnya, mendidik rakyat untuk bersandiwara, mendidik rakyatnya untuk melakukan korupsi, serta mendidik rakyat untuk menjadi mafia pajak dan mafia hukum. Selain itu, kebijakan desentralisasi pendidikan justru menjadi ajang KKN pemerintah daerah. Sementsrs itu, ketika pendidikan nasional dikaitkan dengan pemerataan dan kualitasnya, masih terjadi ketimpangan dan diskriminasi, entah itu berkaitan dengan latar politik, struktur sosial, basis ekonomi maupun budayanya. Tentunya, semua permasalahan itu akan membelenggu, menyiksa, dan menyusahkan masyarakat dan peserta didik dalam mengakses pendidikan.
Dari sinilah penulis mengajak kepada kita untuk prihatin atas kebijakan dari pemerintah tersebut. Seharusnya, kebijakan – kebijakan itu semakin membuat pendidikan di Indonesia semakin maju, berkualitas, dirasakan semua golongan, mudah diakses, membantu kehidupan, dan memberi jalan masyarakat Indonesia yang lebih mandiri, kreatif, inovatif, dan arif. Namun, nyatanya proses regenerasi masyarakat Indonesia mendatang sangatmengerikan. Namun, hal itu belum terlambat, seberat apapun kondisi pendidikan nasional di negara kita, kita harus berani memperbaikinya dengan kemauan dan kemampuan yang ada sesuai dengan kapasitasnya masing – masing.
Dalam buku ini, penulis memaparkan politik pendidikan secara lengkap beserta seluk beluknya. Buku ini juga menarik untuk dibaca, penulis menguraikan segala persoalan yang disertai dengan beberapa contoh yang sesuai dengan realita. Sayangnya, penulis hanya mengkritik kebijakan para penguasa, meskipun sudah diberikan contoh dan beberapa solusi, penulis seharusnya lebih detail lagi dalam memaparkanya. Misalnya tentang perkembangan pendidikan di Indonesia, akan lebih jelas jika didukung dengan tabel atau diagram tentang perkembangan pendidikan di Indonesia. Meskipun demikian, buku ini sangat layak untuk dibaca di kalangan manapun, baik dalam dunia pendidikan maupun lingkungan masyarakat umum.

No comments:

Post a Comment